Welcome to Blog Safari

A theme for those who love something unique and creative, created by Template Trackers

Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kepulauan ini sekarang menjadi tujuan para penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya. Empat gugusan pulau yang menjadi anggotanya dinamakan menurut empat pulau terbesarnya, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta.



Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu.
Dalam perjalanan sejarah, wilayah Raja Ampat telah lama dihuni oleh masyarakat bangsawan dan menerapkan sistem adat Maluku. Dalam sistem ini, masyarakat sekumpulan manusia. Tiap desa dipimpin oleh seorang raja. Semenjak berdirinya lima kesultanan muslim di Maluku, Raja Ampat menjadi bagian klaim dari Kesultanan Tidore. Setelah Kesultanan Tidore takluk dari Belanda, Kepulauan Raja Ampat menjadi bagian klaim Hindia-Belanda.

Kepulauan Raja Ampat merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata, terutama wisata penyelaman. Perairan Kepulauan Raja Ampat menurut berbagai sumber, merupakan salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan, mungkin juga diakui sebagai nomor satu untuk kelengkapan flora dan fauna bawah air pada saat ini.
Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya, dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak di ujung paling barat Pulau Papua, sekitar 50 mil sebelah barat laut Sorong, mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.
Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia).



lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.





Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara Pulau Waigeo dan Pulau Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Tenggara dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung.
Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis kuda laut katai, wobbegong, dan ikan pari Manta. Juga ada ikan endemik raja ampat, yaitu Eviota raja, yaitu sejenis ikan gobbie. Di Manta point yg terletak di Arborek selat Dampier, Anda bisa menyelam dengan ditemani beberapa ekor Pari Manta yang jinak seperti ketika Anda menyelam di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jika menyelam di Cape Kri atau Chicken Reef, Anda bisa dikelilingi oleh ribuan ikan. Kadang kumpulan ikan tuna, giant trevallies dan snappers. Tapi yang menegangkan jika kita dikelilingi oleh kumpulan ikan barakuda, walaupun sebenarnya itu relatif tidak berbahaya (yang berbahaya jika kita ketemu barakuda soliter atau sendirian). Hiu karang juga sering terlihat, dan kalau beruntung Anda juga bisa melihat penyu sedang diam memakan sponge atau berenang di sekitar anda. Di beberapa tempat seperti di Salawati, Batanta dan Waigeo juga terlihat Dugong atau ikan duyung.
Karena daerahnya yang banyak pulau dan selat sempit, maka sebagian besar tempat penyelaman pada waktu tertentu memiliki arus yang kencang. Hal ini memungkinkan juga untuk melakukan drift dive, menyelam sambil mengikuti arus yang kencang dengan air yang sangat jernih sambil menerobos kumpulan ikan.
Nagari Mahat belum sepopuler daerah wisata lain di Sumatera Barat, seperti Padang atau Bukittinggi. Tapi siapa sangka bahwa Nagari yang terletak di Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Lima Puluh Kota ini memiliki situs bersejarah yang tak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia. Ya, di Nagari Mahat kita dapat berkunjung kembali ke zaman prasejarah bangsa ini, kembali menilik kehidupan zaman megalitikum.


 Di Nagari Mahat yang letaknya sangat jauh dari hiruk-pikuk kota, banyak ditemukan peninggalan-peninggalan arkeologis dari zaman prasejarah, seperti dakon batu, lumpang batu, balai batu dan yang paling banyak ditemukan adalah menhir. Jumlah menhir yang ditemukan di Nagari ini mencapai 800 buah—tersebar di Koto Tinggi, Padang Ilalang, Koto Gadang, Ronah, Ampang Gadang, Bawah Parit dan beberapa tempat lainnya di Nagari Mahat.

 Menhir adalah batu besar menyerupai tiang atau tugu yang ditegakkan diatas tanah hasil kebudayaan megalit. Menhir biasanya digunakan masyarakat prasejarah sebagai alat pemujaan arwah nenek moyang. Batu-batu ini biasanya dibentuk dan dihias dengan berbagai macam bentuk dan ukiran dalam berbagai ukuran. Uniknya, semua menhir kecuali beberapa menhir di Padang Ilalang menghadap ke Tenggara. Menhir-menhir yang ditemukan di Nagari Mahat ini mirip dengan menhir-menhir yang ada di Irlandia, Inggris dan juga Perancis.




 Jarak tempuh menuju Nagari Mahat adalah sekira 3.5 jam dari Padang dan 1.5 jam dari Ibukota, Kabupaten Lima Puluh Kota, Tanjung Pati. Perjalanan menuju Nagari Mahat sangat menegangkan karena untuk mencapai lokasi ini kita harus melewati jalan-jalan curam berbatu melintasi bukit-bukit kawasan Bukit Barisan. Jaraknya yang jauh dan jalannya yang bisa dikategorikan sangat curam ini memang menyita energi, namun semua akan terbayarkan ketika memasuki kawasan Nagari Mahat. Kita bisa melihat perkampungan-perkampungan masyarakat Minang yang masih kental dengan adat istiadatnya dari atas bukit, hamparan persawahan yang menghijau yang dapat membayar lunas perjuangan selama di perjalanan.



 Memasuki Nagari Mahat, kita disuguhkan kehidupan masyarakat Minangkabau yang masih sangat tradisional. Berbeda dengan daerah-daerah lain di Sumatera Barat yang sebagian besar sudah tersentuh modernisasi, masyarakat Mahat masih memegang teguh adat istiadat Minangkabau, bahkan sebagian besar rumah masyarakat masih merupakan Rumah Gadang. Dan seperti daerah-daerah soliter lainnya di Indonesia, Nagari Mahat masih sarat akan cerita-cerita mistis dan legenda-legenda magis. Sebagai contoh, Bukit Posuak atau dalam bahasa Indonesia berarti bukit tembus, dimana terdapat sebuah bukit yang tengahnya bolong. Menurut legenda, zaman dahulu terdapatlah orang sakti yang dengan marah melempar kaki rusa ke bukit tersebut sehingga terciptalah lubang besar di bukit tersebut.




Saya mendatangi lokasi cagar budaya Bawah Parit yang merupakan lokasi menhir terbesar dari 7 situs menhir di Nagari Mahat. Lebih dari 348 Menhir berdiri tegak di sini. Nuansa magis langsung terasa ketika memasuki padang rumput yang berhias menhir-menhir yang terpancang kokoh di tanah. Rasanya seperti mengunjungi sebuah pemukiman masyarakat prasejarah lengkap dengan batu-batu pemujaannya. Bentuknya pun macam-macam. Ada yang berbentuk pedang, tanduk maupun kepala manusia. Menurut penelitian para ahli, menhir-menhir ini telah ada sejak Periode Neolitikum yaitu sekira 6.000-2.000 tahun sebelum Masehi. Sungguh takjub rasanya tugu-tugu batu yang berukir ini bisa bertahan hingga ribuan tahun.
Masing-masing menhir memiliki ukuran dan ukiran yang berbeda-beda. Fungsinya pun berbeda-beda. Beberapa ahli beranggapan bahwa menhir dijadikan alat pemujaan terhadap arwah nenek moyang, beberapa lainnya beranggapan bahwa menhir merupakan batu nisan penanda bagi orang yang telah meninggal. Bahkan setelah diselidiki, beberapa menhir berfungsi sebagai tambatan kapal, sehingga ada kemungkinan ribuan tahun lalu Nagari Mahat dialiri sungai yang besar. Beberapa lokasi ditemukannya menhir ini sempat dijadikan tempat bertemunya datuak-datuak atau tetua adat Nagari Mahat untuk bermusyawarah.
Bagi pecinta wisata sejarah, Nagari Mahat bisa dijadikan alternatif wisata disamping objek wisata sejarah yang lebih terkenal seperti Candi Borobudur atau Prambanan. Menurut penduduk sekitar, situs-situs menhir bahkan lebih sering dikunjungi oleh wisatawan mancanegara daripada wisatawan domestik. Mungkin karena wisatawan lokal lebih suka bertamasya daripada mengunjungi tempat-tempat bersejarah ya. Selesai berkunjung ke Nagari Mahat, jangan lupa mampir di Dangung-dangung. Kata pakar kuliner Indonesia, William Wongso, ini adalah sate paling enak yang pernah ada!

by: HENDRY FEBRIAN Z 


Disini juga tersedia Nasi Sek (Sebungkus Kenyang, nasi ini dibungkus dengan daun pisang), khas Pariaman yang menyajikan hidangan ikan laut yang diolah dengan cita rasa khas Pariaman. Disamping itu pengunjung bisa menikmati aneka gorengan hasil laut seperti udang, kepiting, sala bulek dan tak ketinggalan sate pariaman yang gurih sembari menikmati terbenamnya matahari di ufuk barat. Tepat didepan pantai terdapat pulau Kasiak, Pulau Pandan,dan Pulau Angso Duo. Pada saat-saat tertentu, pengunjung dapat mengunjungi pulau tersebut dengan menggunakan perahu bercadik dari nelayan setempat.












Alahan Panjang, nagari di Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat bagian selatan, berjarak 65 km dari Kota Padang. Terletak di atas bukit barisan pada ketinggian 1400-1600 m dpl. Sudah pasti daerah ini berhawa dingin.

Objek wisata kebun teh di Alahan Panjang, Nagari Aia Batumbuak, Kabupaten Solok, ramai dikunjungi wisatawan khususnya dari Pekanbaru, Medan dan Jambi. Di samping menikmati keindahan alam pemandangan kebun teh yang terhampar luas, wisatawan juga dapat menikmati makanan yang djual penduduk asli Nagari Aia Batumbuak seperti teh asli Alahan Panjang, sate dan kolak kundua hangat. Pemandangan alam dan udara yang sejuk membuat wistawan betah untuk datang.






1.SEBELUM KEBAKARAN
Istano Basa yang lebih terkenal dengan nama Istana Pagaruyung, adalah sebuah istana yang terletak di kecamatan Tanjung Emas, kota Batusangkar, kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Istana ini merupakan obyek wisata budaya yang terkenal di Sumatera Barat.






2.ISTANA PAGARUYUANG KETIKA TERBAKAR
 Bangunan Istano Silinduang Bulan, istano Kerajaan Pagaruyung tinggal puing setelah terbakar selama satu jam, Minggu (21/3/2010) pukul 1.30 WIB. Minangkabau kehilangan dua istana penting setelah Istano Basa Pagaruyung juga terbakar 27 Februari 2007.




3.PEMBANGUNAN KEMBALI ISTANA PAGARUYUANG



4.ISTANA PAGARUYUANG SEKARANG





UNTUK KAWAN KAWAN SEMUA JANGAN LUPA BERWISATA KE ISTANA PAGARUYUANG SUMATERA BARAT...DIJAMIN BISA BERSENANG-SENANG SAMBIL BELAJAR SEJARAH BUDAYA MINANGKABAU


Masjid Jami' Bingkudu, merupakan salah satu masjid tertua di Sumatera Barat. Bangunan ini terletak pada ketinggian 1.050 m diatas permukaan laut. menurut informan masjid ini berdiri di kampuang tigasurau yg didirikan oleh kaum Padri di tengah kecamuk perang Padri di Sumatera Barat pada tahun 1823. Saat mulai didirikan, bangunan masjid ini terbuat dari bahan kayu, mulai dari lantai, tiang, hingga dinding masjid.
Saat ini, selain digunakan sebagai aktifitas ibadah, masjid ini juga berfungsi sebagai sarana pendidikan mengaji kitab kuning.Selain keasliannya yang tetap terjaga, arsitektur pada masjid Bingkudu juga sangat mudah untuk dikenali, terutama pada bentuk atap yang terdiri dari 3 tingkatan dengan sedikit cekungan. Saat mulai didirikan, masjid Bingkudu memakai sistem pasak, yaitu pola bangunan yang tidak menggunakan paku pada setiap sambungan kayu.Bangunan masjid yang terletak di kaki gunung Marapi pada ketinggian 1.050 m di atas permukaan laut ini, dibangun di sebidang tanah seluas 60 x 60 meter persegi, dengan luas bangunan 21 x 21 meter. Sedangkan tinggi bangunan dari permukaan tanah sampai ke puncak (atap) adalah sekitar 19 meter.

Masjid ini memiliki konstruksi bangunan yang terbuat dari kayu dengan tatanan atap bertingkat 3 berbahan ijuk. Seperti halnya Rumah Gadang, bangunan masjid ini memiliki kandang atau kolong setinggi 1,5 meter.
Bangunan masjid terbuat dari kayu pilihan. Mulai dari tiang, lantai hingga dinding masjid. Di dalam masjid, terdapat 53 buah tiang yang berdiameter antara 30cm-40 cm dan tiang utamanya berdiameter 75 cm dengan bentuk segi enambelas.
 
Ada lampu gantung kuno juga di ruang utama yang berfungsi sebagai penerang sekaligus aksesoris masjid. Selain lampu gantung, ada juga beberapa lampu dinding kuno yang terpasang pada tiap-tiap tiang di dalam masjid.
 
Masjid Bingkudu dilengkapi dengan sebuah menara yang dibangun sekitar tahun 1957. Menara ini terletak di depan masjid yang dirancang seperti kubah dengan bentuk lingkaran persegi delapan.
- See more at: http://www.griyawisata.com/tourism-object/religion/artikel/masjid-jami-bingkudu-candung-kokoh-sejak-tahun-1832#sthash.RCq9ZQMs.dpuf
 Bangunan masjid dibangun dengan memakai sistem pasak. Artinya tidak satupun dari komponen penyusun masjid ini yang dilekatkan satu sama lain dengan menggunakan paku. Lampu-lampu minyak yang yang terpajang pada setiap sudut masjid rata-rata juga sudah menjadi barang antik, karena telah berumur ratusan tahun.

Di tahun 1957, atap masjid yang terbuat dari ijuk, diganti masyarakat dengan seng. Itu dilakukan karena ijuk yang yang melindungi ruangan masjid dari hujan dan panas telah lapuk. Dua tahun kemudian dilakukan renovasi dan pemugaran terhadap bangunan masjid yang lainnya.
Menurut Kepala KUA Candung, Ramza Husmen, pada tahun 1999, masjid ini diserahkan kepada Pemkab Agam, dan ditetapkan sebagai salah satu bangun cagar budaya di Agam. Dua tahun setelah itu, masjid mengalami pemugaran secara keseluruhan. “Atapnya yang dulu seng dikembalikan ke ijuk. Kemudian bagian-bagian yang lapuk diganti dan serta dicat lagi sebagaimana aslinya.

REFERENSI;
 http://candaung.wordpress.com/2008/09/07/masjid-bingkudu-di-candung-kabupaten-agam/
Bangunan masjid terbuat dari kayu pilihan. Mulai dari tiang, lantai hingga dinding masjid. Di dalam masjid, terdapat 53 buah tiang yang berdiameter antara 30cm-40 cm dan tiang utamanya berdiameter 75 cm dengan bentuk segi enambelas. - See more at: http://www.griyawisata.com/tourism-object/religion/artikel/masjid-jami-bingkudu-candung-kokoh-sejak-tahun-1832#sthash.RCq9ZQMs.dpuf
Bangunan masjid terbuat dari kayu pilihan. Mulai dari tiang, lantai hingga dinding masjid. Di dalam masjid, terdapat 53 buah tiang yang berdiameter antara 30cm-40 cm dan tiang utamanya berdiameter 75 cm dengan bentuk segi enambelas.
 
Ada lampu gantung kuno juga di ruang utama yang berfungsi sebagai penerang sekaligus aksesoris masjid. Selain lampu gantung, ada juga beberapa lampu dinding kuno yang terpasang pada tiap-tiap tiang di dalam masjid.
 
Masjid Bingkudu dilengkapi dengan sebuah menara yang dibangun sekitar tahun 1957. Menara ini terletak di depan masjid yang dirancang seperti kubah dengan bentuk lingkaran persegi delapan.
- See more at: http://www.griyawisata.com/tourism-object/religion/artikel/masjid-jami-bingkudu-candung-kokoh-sejak-tahun-1832#sthash.RCq9ZQMs.dpuf